top of page

Bersolek-akulah

  • Writer: ariaanr
    ariaanr
  • Jun 8, 2019
  • 1 min read

Teruntuk makhluk tak sempurna di bumi, di harapkan menjadi insan yang lebih baik daripada yang merawat, membesarkannya serta menaruhnya di dalam perlindungan pling nyaman.


Kata lain darinya adalah manusia, sendiri tak bersama.

Bagaikan akar dari waktu, sejarah ia memulai bersoleh. Tetap, tak bersama.


Hanya si insan itu yang tahu mendalam arti bersolek.


Bagi keparat lainnya dia hanya berusaha menjadi penggoda dan jalang bagi si hidung belang.

Bagi si tak berilmu, tak berpengalaman. Bersetubuhpun keparat itu tak tahu.

Septi pun tak mau pikir panjang,

”Insan, kaulah yang tak pantas hanya kau yang bisa mengikuti tundukanku.”


Bagaimana tak terselubung panas yang tak bisa menaklukan samudera seluas apapun, insan itupun membunuh septi. Sayang hanya dalam minpinya semalam, Septi masih berkeliaran.


Hanya si insan itu yang tahu mendalam arti bersolek.


Sejalan setapak ia menemui bahwa Septi akan melangkah terus bersamanya sampai, tak sampai - sampai sesampainya. Jalang akan ada dalam kata, tanpa bersolek karena insan telah lama kehilangan harta bendanya.


Septi tak kejam, ia hanya begitu mendalam terkubur rasa memikiki itu. Septi kini menjadi keparat juga.


Makin tampak peringai asli insan. Ah iya Septi telah menemaninya kini, tak lagi sendiri.

Namun insan tetaplah insan yang suatu kali membekukan darahnya sendiri.


Insan tetap bersolek, namun dia lupa arti yang ia ciptakan sendiri. Insan mulai menyusun kembali rangkaian arti untuk dirinya saja, kembali lagi.


Septi bukan api, bukan batu. Bagaikan awan mendung terkena luncutan kembang api di tahun baru, terkadang setahun sekali. Itulah Septi.


Maka dari itu tersadarlah insan, terkutuk dalam alogikal sambil tetap merangkai.



-Maria Anes

Sleman, Yogyakarta

(8 Juni 2019)

Comments


© 2023 by Le Cõuleur. Proudly created with Wix.com

bottom of page